Senin, 14 September 2009

dr Nyontek Ni bkn dr Hsil Tngn Sndri...heee,,,

KESETIAAN ISTRI TERHADAP SUAMI -

Teguh dengan kesetiaan yang jujur merupakan sifat wanita yang paling utama.
Sebuah kisah menyebutkan, bahwasanya Asma’ binti 'Umais adalah isteri Ja’far
bin Abi Thalib, lalu menjadi isteri Abu Bakar sepeninggalnya, kemudian setelah
itu dinikahi oleh ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu. Suatu kali kedua puteranya, Muhammad
bin Ja’far dan Muhammad bin Abi Bakar saling membanggakan. Masing-masing
mengatakan, “Aku lebih baik dibandingkan dirimu, ayahku lebih baik dibandingkan
ayahmu.” Mendengar hal itu, ‘Ali berkata, “Putuskan perkara di antara keduanya,
wahai Asma’.” Ia mengatakan, “Aku tidak melihat pemuda Arab yang lebih baik
dibandingkan Ja’far dan aku tidak melihat pria tua yang lebih baik dibandingkan
Abu Bakar.” ‘Ali mengatakan, “Engkau tidak menyisakan untuk kami sedikit pun.
Seandainya engkau mengatakan selain yang engkau katakan, niscaya aku murka
kepadamu.” Asma’ berkata, “Dari
ketiganya, engkaulah yang paling sedikit dari mereka untuk dipilih” [1]
Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berwasiat agar Asma’ binti ‘Umais Radhiyallahu
‘anhuma memandikannya (saat kematiannya). Ia pun melakukannya, sedangkan ia
dalam keadaan berpuasa. Lalu ia bertanya kepada kaum Muhajirin yang datang,
“Aku berpuasa dan sekarang adalah hari yang sangat dingin, apakah aku wajib
(harus) mandi?” Mereka menjawab, “Tidak.” Sebelumnya Abu Bakar Radhiyallahu
‘anhu menekankan kepadanya agar (ketika memandikannya) dia tidak dalam keadaan
berpuasa, seraya mengatakan, “Itu membuatmu lebih kuat.”
Kemudian ia teringat sumpah Abu Bakar pada akhir siang, maka ia meminta air
lalu meminumnya seraya mengatakan, “Demi Allah, aku tidak ingin mengiringi
sumpahnya pada hari ini dengan melanggarnya” [2]
Ketika kaum pendosa lagi fasik mengepung pemimpin yang berbakti dan “sang
korban pembunuhan” kaum berdosa, ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘anhu dan
mereka menyerangnya dengan pedang, maka isterinya (Na'ilah binti al-Furafishah)
maju ke hadapan beliau sehingga menjadi pelindung baginya dari kematian. Para
pembunuh yang bengis ini tidak menghiraukan kehormatan wanita ini dan mereka
terus menebas ‘Utsman dengan pedang, (namun sang isteri menangkisnya) dengan
mengepalkan jari-jari tangannya, hingga jari-jarinya terlepas dari tangannya.
Isterinya menggandengnya lalu terjatuh bersamanya, kemudian mereka membunuh
‘Utsman [3].
Ketika Amirul Mukminin Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu melamarnya, ia menolak
seraya mengatakan, “Demi Allah, tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan
kedudukan 'Utsman (sebagai suamiku) selamanya."[4]
Di antara tanda-tanda kesetiaan banyak wanita shalihah kepada suami mereka
setelah kematiannya bahwa mereka tidak menikah lagi. Tidak ada yang dituju
melainkan agar tetap menjadi isteri mereka di dalam Surga"[5]
Dari Maimun bin Mihran, ia mengatakan: “Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu
‘anhu meminang Ummud Darda’, tetapi ia menolak menikah dengannya seraya
mengatakan, ‘Aku mendengar Abud Darda’ mengatakan: ‘Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda.
“Artinya :Wanita itu bersama suaminya yang terakhir,’ atau beliau mengatakan,
‘untuk suaminya yang terakhir"[6]
Dari ‘Ikrimah bahwa Asma’ binti Abi Bakar menjadi isteri az-Zubair bin
al-‘Awwam, dan dia keras terhadapnya. Lalu Asma’ datang kepada ayahnya untuk
mengadukan hal itu kepadanya, maka dia mengatakan, “Wahai puteriku,
bersabarlah! Sebab, jika wanita memiliki suami yang shalih, kemudian dia mati
meninggalkannya, lalu ia tidak menikah sepeninggalnya, maka keduanya
dikumpulkan di dalam Surga” [7]
Dari Jubair bin Nufair, dari Ummud Darda’ bahwa dia berkata kepada Abud Darda’,
“Sesungguhnya engkau telah meminangku kepada kedua orang tuaku di dunia, lalu
mereka menikahkanmu denganku. Dan sekarang, aku meminangmu kepada dirimu di
akhirat.” Abud Darda’ mengatakan, “Kalau begitu, janganlah menikah
sepeninggalku.” Ketika Mu’awiyah meminangnya, lalu ia menceritakan tentang apa
yang telah terjadi, maka Mu’awiyah mengatakan, “Berpuasalah! [8]
Ketika Sulaiman bin ‘Abdil Malik keluar dan dia disertai Sulaiman bin al-Muhlib
bin Abi Shafrah dari Damaskus untuk melancong, keduanya melewati sebuah
pekuburan. Tiba-tiba terdapat seorang wanita sedang duduk di atas pemakaman
dengan keadaan menangis. Lalu angin berhembus sehingga menyingkap cadar dari
wajahnya, maka ia seolah-olah mendung yang tersingkap matahari. Maka kami
berdiri dalam keadaan tercengang. Kami memandangnya, lalu Ibnul Muhlib berkata
kepadanya, “Wahai wanita hamba Allah, apakah engkau mau menjadi isteri Amirul
Mukminin?” Ia memandang keduanya, kemudian memandang kuburan, dan mengatakan:
“Jangan engkau bertanya tentang keinginanku
Sebab keinginan itu pada orang yang dikuburkan ini, wahai pemuda
Sesungguhnya aku malu kepadanya sedangkan tanah ada di antara kita
Sebagaimana halnya aku malu kepadanya ketika dia melihatku”
Maka, kami pergi dalam keadaan tercengang.[9]
Di antara teladan yang pantas disebutkan sebagai teladan utama dari para wanita
tersebut adalah Fathimah binti ‘Abdil Malik bin Marwan. Fathimah binti Amirul
Mukminin ‘Abdil Malik bin Marwan ini pada saat menikah, ayahnya memiliki
kekuasaan yang sangat besar atas Syam, Irak, Hijaz, Yaman, Iran, Qafqasiya,
Qarim dan wilayah di balik sungai hingga Bukhara dan Janwah bagian timur, juga
Mesir, Sudan, Libya, Tunisia, Aljazair, Barat jauh, dan Spanyol bagian Barat.
Fathimah ini bukan hanya puteri Khalifah Agung, bahkan dia juga saudara empat
khalifah Islam terkemuka: al-Walid bin ‘Abdil Malik, Sulaiman bin ‘Abdil Malik,
Yazid bin ‘Abdil Malik dan Hisyam bin ‘Abdil Malik. Lebih dari itu dia adalah
isteri Khalifah terkemuka yang dikenal Islam setelah empat khalifah di awal
Islam, yaitu Amirul Mukminin ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz.
Puteri khalifah, dan khalifah adalah kakeknya
Saudara khalifah, dan khalifah adalah suaminya
Wanita mulia yang merupakan puteri khalifah dan saudara empat khalifah ini
keluar dari rumah ayahnya menuju rumah suami-nya pada hari dia diboyong
kepadanya dengan membawa harta termahal yang dimiliki seorang wanita di muka
bumi ini berupa perhiasan. Konon, di antara perhiasan ini adalah dua liontin
Maria yang termasyhur dalam sejarah dan sering disenandungkan para penya’ir.
Sepasang liontin ini saja setara dengan harta karun.
Ketika suaminya, Amirul Mukminin, memerintahkannya agar membawa semua
perhiasannya ke Baitul Mal, dia tidak menolak dan tidak membantahnya sedikit
pun.
Wanita agung ini -lebih dari itu- ketika suaminya, Amirul Mukminin ‘Umar bin
‘Abdul ‘Aziz wafat meninggalkannya tanpa meninggalkan sesuatu pun untuk diri
dan anak-anaknya, kemudian pengurus Baitul Mal datang kepadanya dan mengatakan,
“Perhiasanmu, wahai sayyidati, masih tetap seperti sedia kala, dan aku
menilainya sebagai amanat (titipan) untukmu serta aku memeliharanya untuk hari
tersebut. Dan sekarang, aku datang meminta izin kepadamu untuk membawa
(kembali) perhiasan tersebut (kepadamu).”
Fathimah memberi jawaban bahwa perhiasan tersebut telah dihibahkannya untuk
Baitul Mal bagi kepentingan kaum muslimin, karena mentaati Amirul Mukminin.
Kemudian dia mengatakan, “Apakah aku akan mentaatinya semasa hidupnya, dan aku
mendurhakainya setelah kematiannya?” [10]
[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan
Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir
Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
__________
Foote Note
[1]. Thabaqaat Ibni Sa’ad (II/2080), Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (II/36), Siyar
A’laamin Nubalaa’ (II/286); al-Ishaabah (VII/491).
[2]. Thabaqaat Ibni Sa’ad (VIII/208).
[3]. Audatul Hijaab (II/533), dan dinisbatkan kepada ad-Durrul Mantsuur fii
Thabaqaat Rabaatil Khuduur (hal. 517).
[4]. Siyar A’laamin Nubalaa’ (VII/343).
[5]. ‘Audatul Hijaab (II/534).
[6]. As-Silsilah ash-Shahiihah, Syaikh al-Albani (no. 1281), shahih.
[7]. As-Silsilah ash-Shahiihah, Syaikh al-Albani (III/276), shahih.
[8]. Siyar A’laamin Nubalaa’ (IV/278).
[9]. Akhbarun Nisaa' (hal. 138), dan kitab ini dinisbatkan secara keliru kepada
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Yang benar bahwa beliau tidak pernah menulis kitab
ini.
[10]. ‘Audatul Hijaab (II/538)
Ibroh:
Subhanallah, Allah telah memberikan kita tauladan yang begitu mulia, yang
begitu Agung... Semoga kita menjadi wanita sholehah, menjadi istri sholehah
yang senantaiasa taat terhadap suami kita, semoga Allah membuka pintu ridhoNya
dan pintu surgaNya untuk kita semuanya.. Amin
Teruntuk Saudariku yang dicintai Allah, semoga Allah mengampuni seluruh kaum
muslimin dan mukminin di dunia ini, dan menjadikan kita semua menjadi hamba2
yang selalu bertakwa dan berjuang untuk ridhoNya..
Teruntuk suamiku tercinta,
Jazakallah khoiron katsir suamiku, semoga Allah menjadikan keluarga kita
sebagaimana keinginanmu, semoga Bunda bisa mendidik putra kita menjadi putra
yang sholeh, qurrota'ayyun, dan pemimpin bagi orang2 yang bertakwa. Dan semoga
Allah mengumpulkan kita sebagai keluarga dalam surgaNya Allah, sebagaimana
pesanmu untukku wahai suamiku, Amin..
Ya Rabbi, kabulkanlah doa kami... Amin...
Salam rinduku untukmu suamiku, Semoga engkau ditempat yang lebih indah

Q dh Bca Qurrota'ayyun.....tp lom smua...tp dh ngaji Uqud...ni malah mndetail mslh prilaku ma suami
wah Bnyk Bgt Yang Diambl Dr Kitab Tuh(uqud)......Mg bisa Aku amlKn Nnt....xixixiixixii..amiennn


Tidak ada komentar: